BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran sekarang ini, para dokter dituntut untuk mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan dunia medis dari segi molekulernya, salah satunya mengenai faktor penyebab suatu penyakit. Di sini dokter harus mengerti dan memahami kelainan yang terjadi sampai sudut molekulernya sehingga penyakit tersebut bisa muncul. Dengan kata lain, ilmu biologi molekuler sangat penting untuk penegakan diagnosis suatu penyakit.
Terkait dengan kasus dalam skenario dimana hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anak tersebut mengalami microcephaly, flat nassal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek, macroglossia dan mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke 5, antara jempol kaki dan jari kaki terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput(dry skin), dan anak nampak floopy. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya trisomi 21.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan kariotipe, diperoleh diagnosa anak tersebut menderita sindrom Down, yaitu suatu penyakit dengan kondisi keterbelakangan fisik dan mental yang disebabkan perkembangan abnormalitas kromosom nomor 21. Lahirnya anak sindrom Down itu berkaitan erat dengan umur ibu. Seorang perempuan lahir dengan semua oosit yang pernah dibentuknya, yaitu berjumlah hampir tujuh juta. Semua oosit tadi berada dalam keadaan istirahat pada profase I dari meiosis sejak sebelum ia lahir sampai mengadakan ovulasi. Dengan demikian, suatu oosit dapat tinggal dalam keadaan istirahat untuk 12-45 tahun. Selama waktu yang panjang inilah oosit dapat mengalami nondisjunction yang merupakan penyebab terbesar terjadinya sindrom Down. Penyebab lain di samping faktor usia, yang mengakibatkan terjadinya nondisjunction di antaranya karena adanya radiasi ataupun pengaruh dari virus. Bisa juga karena adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi.
Di sini ilmu biologi molekuler juga diperlukan untuk mengetahui kelainan yang terjadi di dalam gen penderita sindrom Down.
B. PERUMUSAN MASALAH
Masalah-masalah yang dalam skenario yang dibahas dalam laporan ini:
1. Apa penyebab terjadinya sindrom Down?
2. Bagaimana mekanisme genetik terjadinya sindrom Down?
3. Metode apa yang bisa dilakukan untuk screening sindrom Down?
4. Bagaimana penatalaksanaan sindrom Down?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Mengetahui penyebab terjadinya sindrom Down.
2. Memahami mekanisme genetik terjadinya sindrom Down.
3. Mengetahui metode screening sindrom Down.
4. Mengetahui penatalaksanaan sindrom Down.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan laporan ini antara lain :
1. Menambah pengetahuan penulis mengenai biologi molekuler.
2. Melatih memecahkan masalah yang berkaitan dengan biologi molekuler..
3. Melatih membuat laporan dengan sistematika yang benar.
E. KASUS SKENARIO
Seorang ibu (37 tahun) mendatangi bidan desa yang dulu membantu persalinan anak perempuannya untuk mengkonsultasikan anaknya (usia 12 bulan dan berat badan 7,5 kg) yang belum bisa duduk sendiri. Anak tersebut lahir normal dengan berat 2,5 kg dan baru bisa tengkurap saat berusia 6 bulan. Hasil pemeriksaan bidan menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami perkembangan psikomotor. Untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang lebih baik, bidan desa tadi menyarankan agar anak tersebut dikonsultasikan ke bagian anak RS besar yang lengkap di kota.
Hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis anak menunjukkan : microcephaly, flat nasal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek, macroglossia dan mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke 5, antara jempol kaki dan jari kaki terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput(dry skin), dan anak nampak floopy. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya trisomi 21.
F. HIPOTESIS
Menurut hasil pemeriksaan fisik dan kariotipe, diperoleh diagnosa bahwa anak tersebut menderita sindrom Down karena trisomi 21 yang tidak dapat disembuhkan secara total.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FAKTOR PEMICU SINDROM DOWN
Kasus sindrom Down terjadi karena adanya trisomi 21. Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindrom Down, yaitu :
1. Sindrom Down Triplo-21 atau Trisomi 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom.
- Penderita laki-laki = 47, XY, +21
- Penderita perempuan = 47, XX, +21
Kira-kira 92.5 % dari semua kasus sindrom Down tergolong dalam tipe ini.
2. Sindrom Down Translokasi
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom yang disebabkan karena suatu potongan kromosom lainnya yang bukan homolognya.
Pada sindrom Down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang-kadang dengan autosom 15 tetapi yang lebih sering dengan autosom 14. Dengan demikian, individu yang menderita sindrom Down translokasi memiliki 46 kromosom (Suryo, 2005).
Keterangan gambar :
A : Kariotipe laki-laki penderita sindrom Down yang memiliki 47 kromosom (triplo-21 atau 47, XY, +21).
B : kariotipe laki-laki penderita sindrom Down yang memiliki 46 kromosom (sindrom Down translokasi).
B. MEKANISME GENETIK SINDROM DOWN
Seperti yang telah diketahui, sindrom Down bisa terjadi karena nondisjunction atau translokasi. Pada sindrom Down trisomi-21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom nomor 21 maka terbentuklah zigot trisomi-21.
Skema di atas menunjukkan terjadinya individu sindrom Down trisomi-21 karena nondisjunction selama oogenesis dimana penderita mempunyai 47 kromosom. Akan tetapi, kadang dijumpai penderita sindrom Down yang memiliki jumlah kromosom normal. Sindrom Down ini terjadi karena adanya translokasi dimana parentalnya mengalami kelaianan jumlah kromosom (ibu memiliki 45 kromosom/ carrier).
Berikut skemanya :
C. SCREENING SINDROM DOWN
Screening untuk sondrom Down dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya dengan :
1. Amniosintesis (cara invasif)
2. Cara non invasif
Deteksi kelainan dari darah ibu terhadap kandungan zat-zat tertentu seperti a feto protein, estrol, ACG.
3. MSAF (Maternal serum a feto protein)
4. CVS (Crrrionic Villus Sampling)
CVS ini untuk memeriksa sel-sel janin yang diperoleh secara biopsi terhadap villi chrrionic.
5. Pemberian tiroksin di tempat landing globulin.
(Sulastowo, 2008)
D. PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat (wikipedia, 2008).
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Kelainan sindrom Down pertama kali diketahui oleh Seguin dalam tahun 1844, tetapi tanda-tanda klinis tentang kelainan ini mula-mula diuraikan pada tahun 1866 oleh seorang dokter bangsa Inggris bernama J. Longdon Down. Penyakit sindrom Down ini disebabkan karena adanya ekstra genetik material (DNA) yaitu dari kromosom 21. Kromosom yang terdiri dari benang-benang kromosom terdapat dalam setiap sel kecuali sel darah merah (eritrosit pada manusia tidak memiliki nukleus), mengandung banyak gen di dalamnya yang sangat penting untuk perkembangan.
Jumlah kromosom pada manusia normal adalah 46 buah atau 23 pasang yang berasal dari kedua orang tuanya masing-masing 23 buah. Akan tetapi, pada penderita sindrom Down mempunyai trisomi 21 sehingga menyebabkan kelebihan materi kromosom (overexpressed) meskipun jumlah kromosom penderita sindrom Down ada yang tetap 23 pasang. Jumlah kromosom tersebut tidak berubah karena trisomi 21 terjadi akibat adanya translokasi. Penderita memiliki kariotipe 46,t(14q,21q). Setelah diselidiki terbukti bahwa kromosom ayah normal dan ibu hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q (ibu carrier).
Faktor lain yang menyebabkan sindrom Down adalah adanya nondisjunction. Faktor ini merupakan faktor terbesar pemicu sindrom Down dengan presentase 92.5 %. Nondisjunction bisa terjadi karena adanya :
- Virus : mengakibatkan rekombinasi genetik yang membuat DNA manusia dikendalikan oleh virus.
- Radiasi : termasuk gelombang elektromagnet yang dapat mennyebabkan fotolisis dengan memecah air menjadi radikal bebas yang dapat mengakibatkan mutasi ; nondisjunction.
- pengandungan antibodi tiroid yang tinggi, atau
- karena sel telur mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam saluran fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu, ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35 tahun) biasanya mempunyai risiko lebih besar mendapatkan anak sindrom Down tripel-21.
Sesuai dengan kasus dalam skenario, dimana ibu tersebut telah berusia 37 tahun merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya kelainan genetik pada anaknya. Hasil pemeriksaan kariotipe yang menunjukkan adanya trisomi 21 jelas membuktikan anak tersebut menderita sindrom Down sehingga perkembangan anak menjadi lambat karena penderita sindrom Down mengalami retardasi mental dan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Adapun gen-gen yang mempengaruhi yaitu :
- SOD1 (superoxide dismutase 1) : menurunkan fungsi sistem imun
- COL6A1 (alpha-1 collagen VI) : menyebabkan penyakit hati
- ETS2 (ETS2 oncogene) : menyebabkan abnormalitas skeleton
- CAF1A (chromatin assembly factor 1, p60 subunit) : mengganggu sintesa DNA
- CBS (cystathione beta synthase) : mengganggu metabolisme dan DNA repair
- DYRK1A (dual-specificity tyrosine phosphorylation-regulated kinase 1A) : menyebabkan retardasi mental.
- CRYA1 (alpha-1 crystallin) menyebabkan katarak
- GART (glycinamide ribonucleotide synthetase) : mengganggu sintesa DNA
- IFNAR (interferon alpha receptor) : mempengaruhi sistem imun.
Gen-gen di atas menyebabkan gangguan fungsional tubuh karena overexpression. Seperti yang telah diketahui, gen-gen tersebut terletak dalam lokus atau region dimana untuk kasus sindrom Down disebut DSCR (Down Syndrome Critical Region) yang terdiri dari DSCR1 (berhubungan dengan otak dan jantung sehingga menyebabkan retardasi mental dan kerusakan jantung), DSCR2, DSCR3, dan DSCR4 (berkaitan dengan plasenta).
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
1. Kariotipe penderita sindrom Down terdapat trisomi 21 sehingga terjadi overexpressing gen-gen pada DSCR.
2. Sindrom Down terjadi karena adanya translokasi atau nondisjunction.
3. Penderita sindrom Down akan mengalami retardasi mental dan gangguan fungsional tubuh lain yang cukup serius.
B. SARAN
Saran yang ingin disampaikan sehubungan dengan kasus skenario adalah
1. Perlu penanganan serius bagi penderita sindrom Down untuk mengatasi penyakit bawaan seperti adanya kelainan hati atau fungsi jantung.
2. Penderita sindrom Down sebaiknya memperoleh fasilitas-fasilitas istimewa yang bisa membantu melakukan kegiatan seperti layaknya manusia normal.
3. Tidak boleh mengucilkan penderita sindrom Down.
REFERENSI
Chen, Harold. 2007. Down Syndrome. In Emedicine. http://www.emedicine.com/ped/TOPIC615.htm.
Chen, Harold. 2008. Down Syndrome. In Emedicine Health. Juli 2, 2008. http://www.emedicinehealth.com/down_syndrome/article_em.htm
Genetics Home Reference. 2008. Down Syndrome. http://ghr.nlm.nih.gov/condition=downsyndrome.
Huret JL, Sinet PM. Trisomy 21. Atlas Genet Cytogenet Oncol Haetomol. August 2000. http://AtlasGeneticsOncology.org/Educ/PolyTri21Eng.html.
Sulastowo. 2008. Down Syndrome. http:// Down Syndrome _ House Of Sulastowo.htm.
Wikipedia. Down Syndrome. 28 June 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Down_Syndrome.