Kamis, 29 Oktober 2009

DOWN SYNDROME

BAB 1

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran sekarang ini, para dokter dituntut untuk mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan dunia medis dari segi molekulernya, salah satunya mengenai faktor penyebab suatu penyakit. Di sini dokter harus mengerti dan memahami kelainan yang terjadi sampai sudut molekulernya sehingga penyakit tersebut bisa muncul. Dengan kata lain, ilmu biologi molekuler sangat penting untuk penegakan diagnosis suatu penyakit.

Terkait dengan kasus dalam skenario dimana hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anak tersebut mengalami microcephaly, flat nassal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek,  macroglossia dan mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke 5, antara jempol kaki dan jari kaki terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput(dry skin), dan anak nampak floopy. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya trisomi 21.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan kariotipe, diperoleh diagnosa anak tersebut menderita sindrom Down, yaitu suatu penyakit dengan kondisi keterbelakangan fisik dan mental yang disebabkan perkembangan abnormalitas kromosom nomor 21. Lahirnya anak sindrom Down itu berkaitan erat dengan umur ibu. Seorang perempuan lahir dengan semua oosit yang pernah dibentuknya, yaitu berjumlah hampir tujuh juta. Semua oosit tadi berada dalam keadaan istirahat pada profase I dari meiosis sejak sebelum ia lahir sampai mengadakan ovulasi. Dengan demikian, suatu oosit dapat tinggal dalam keadaan istirahat untuk 12-45 tahun. Selama waktu yang panjang inilah oosit dapat mengalami nondisjunction yang merupakan penyebab terbesar terjadinya sindrom Down. Penyebab lain di samping faktor usia, yang mengakibatkan terjadinya nondisjunction di antaranya karena adanya radiasi ataupun pengaruh dari virus. Bisa juga karena adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi.

Di sini ilmu biologi molekuler juga diperlukan untuk mengetahui kelainan yang terjadi di dalam gen penderita sindrom Down.

B.  PERUMUSAN MASALAH

Masalah-masalah yang dalam skenario yang dibahas dalam laporan ini:

1.     Apa penyebab terjadinya sindrom Down?

2.     Bagaimana mekanisme genetik terjadinya sindrom Down?

3.     Metode apa yang bisa  dilakukan untuk screening sindrom Down?

4.     Bagaimana penatalaksanaan sindrom Down?

C. TUJUAN

Tujuan penulisan laporan ini adalah :

1.     Mengetahui penyebab terjadinya sindrom Down.

2.     Memahami mekanisme genetik terjadinya sindrom Down.

3.     Mengetahui metode screening sindrom Down.

4.     Mengetahui penatalaksanaan sindrom Down.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan laporan ini antara lain :

1.     Menambah pengetahuan penulis mengenai biologi molekuler.

2.     Melatih memecahkan masalah yang berkaitan dengan biologi molekuler..

3.     Melatih membuat laporan dengan sistematika yang benar.

E.  KASUS SKENARIO

Seorang ibu (37 tahun) mendatangi bidan desa yang dulu membantu persalinan anak perempuannya untuk mengkonsultasikan anaknya (usia 12 bulan dan berat badan 7,5 kg) yang belum bisa duduk sendiri. Anak tersebut lahir normal dengan berat 2,5 kg dan baru bisa tengkurap saat berusia 6 bulan. Hasil pemeriksaan bidan menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami perkembangan psikomotor. Untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang lebih baik, bidan desa tadi menyarankan agar anak tersebut dikonsultasikan ke bagian anak RS besar yang lengkap di kota.

Hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis anak menunjukkan : microcephaly, flat nasal bridge, upward slanting palpebral fissure (mata sipit dengan epicanthal folds), hidung pesek, macroglossia dan mulut sering terbuka, single transverse palmar crease, clinodactyly pada jari tangan ke 5, antara jempol kaki dan jari kaki terpisah lebar, flat feet, kulit nampak keriput(dry skin), dan anak nampak floopy. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya trisomi 21.

F.  HIPOTESIS

Menurut hasil pemeriksaan fisik dan kariotipe, diperoleh diagnosa bahwa anak tersebut menderita sindrom Down karena trisomi 21 yang tidak dapat disembuhkan secara total.

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  FAKTOR PEMICU SINDROM DOWN

Kasus sindrom Down terjadi karena adanya trisomi 21. Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindrom Down, yaitu :

1.          Sindrom Down Triplo-21 atau Trisomi 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom.

- Penderita laki-laki = 47, XY, +21

- Penderita perempuan = 47, XX, +21

Kira-kira 92.5 % dari semua kasus sindrom Down tergolong dalam tipe ini.

2. Sindrom Down Translokasi

Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom yang disebabkan karena suatu potongan kromosom lainnya yang bukan homolognya.

Pada sindrom Down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang-kadang dengan autosom 15 tetapi yang lebih sering dengan autosom 14. Dengan demikian, individu yang menderita sindrom Down translokasi memiliki 46 kromosom (Suryo, 2005).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan gambar :

A : Kariotipe laki-laki penderita sindrom Down yang memiliki 47 kromosom (triplo-21 atau 47, XY, +21).

B : kariotipe laki-laki penderita sindrom Down yang memiliki 46 kromosom (sindrom Down translokasi).

B.  MEKANISME GENETIK SINDROM DOWN

Seperti yang telah diketahui, sindrom Down bisa terjadi karena nondisjunction atau translokasi. Pada sindrom Down trisomi-21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom nomor 21 maka terbentuklah zigot trisomi-21.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Skema di atas menunjukkan terjadinya individu sindrom Down trisomi-21 karena nondisjunction selama oogenesis dimana penderita mempunyai 47 kromosom. Akan tetapi, kadang dijumpai penderita sindrom Down yang memiliki jumlah kromosom normal. Sindrom Down ini terjadi karena adanya translokasi dimana parentalnya mengalami kelaianan jumlah kromosom (ibu memiliki 45 kromosom/ carrier).

 

Berikut skemanya :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C. SCREENING SINDROM DOWN

Screening untuk sondrom Down dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya dengan :

1.     Amniosintesis (cara invasif)

2.     Cara non invasif

Deteksi kelainan dari darah ibu terhadap kandungan zat-zat tertentu seperti a feto protein, estrol, ACG.

3.     MSAF (Maternal serum a feto protein)

4.     CVS (Crrrionic Villus Sampling)

CVS ini untuk memeriksa sel-sel janin yang diperoleh secara biopsi terhadap villi chrrionic.

5.     Pemberian tiroksin di tempat landing globulin.

(Sulastowo, 2008)

D. PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat (wikipedia, 2008).

 

BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

 

Kelainan sindrom Down pertama kali diketahui oleh Seguin dalam tahun 1844, tetapi tanda-tanda klinis tentang kelainan ini mula-mula diuraikan pada tahun 1866 oleh seorang dokter bangsa Inggris bernama J. Longdon Down. Penyakit sindrom Down ini disebabkan karena adanya ekstra genetik material (DNA) yaitu dari kromosom 21. Kromosom yang terdiri dari benang-benang kromosom terdapat dalam setiap sel kecuali sel darah merah (eritrosit pada manusia tidak memiliki nukleus), mengandung banyak gen di dalamnya yang sangat penting untuk perkembangan.

Jumlah kromosom pada manusia normal adalah 46 buah atau 23 pasang yang berasal dari kedua orang tuanya masing-masing 23 buah. Akan tetapi, pada penderita sindrom Down mempunyai trisomi 21 sehingga menyebabkan kelebihan materi kromosom (overexpressed) meskipun jumlah kromosom penderita sindrom Down ada yang tetap 23 pasang. Jumlah kromosom tersebut tidak berubah karena trisomi 21 terjadi akibat adanya translokasi. Penderita memiliki kariotipe 46,t(14q,21q). Setelah diselidiki terbukti bahwa kromosom ayah normal dan ibu hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q (ibu carrier).

Faktor lain yang menyebabkan sindrom Down adalah adanya nondisjunction. Faktor ini merupakan faktor terbesar pemicu sindrom Down dengan presentase 92.5 %. Nondisjunction bisa terjadi karena adanya :

-       Virus : mengakibatkan rekombinasi genetik yang membuat DNA manusia dikendalikan oleh virus.

-       Radiasi : termasuk gelombang elektromagnet yang dapat mennyebabkan fotolisis dengan memecah air menjadi radikal bebas yang dapat mengakibatkan mutasi ; nondisjunction.

-       pengandungan antibodi tiroid yang tinggi, atau

-       karena sel telur mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam saluran fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu, ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35 tahun) biasanya mempunyai risiko lebih besar mendapatkan anak sindrom Down tripel-21.

Sesuai dengan kasus dalam skenario, dimana ibu tersebut telah berusia 37 tahun merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya kelainan genetik pada anaknya. Hasil pemeriksaan kariotipe yang menunjukkan adanya trisomi 21 jelas membuktikan anak tersebut menderita sindrom Down sehingga perkembangan anak menjadi lambat karena penderita sindrom Down mengalami retardasi mental dan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Adapun gen-gen yang mempengaruhi yaitu :

-       SOD1 (superoxide dismutase 1) : menurunkan fungsi sistem imun

-       COL6A1 (alpha-1 collagen VI) : menyebabkan penyakit hati

-       ETS2 (ETS2 oncogene) : menyebabkan abnormalitas skeleton

-        CAF1A (chromatin assembly factor 1, p60 subunit) : mengganggu sintesa DNA

-       CBS (cystathione beta synthase) : mengganggu metabolisme dan DNA repair

-        DYRK1A (dual-specificity tyrosine phosphorylation-regulated kinase 1A) : menyebabkan retardasi mental.

-       CRYA1 (alpha-1 crystallin) menyebabkan katarak

-        GART (glycinamide ribonucleotide synthetase) : mengganggu sintesa DNA

-        IFNAR (interferon alpha receptor) : mempengaruhi sistem imun.

Gen-gen di atas menyebabkan gangguan fungsional tubuh karena overexpression. Seperti yang telah diketahui, gen-gen tersebut terletak dalam lokus atau region dimana untuk kasus sindrom Down disebut DSCR (Down Syndrome Critical Region)  yang terdiri dari DSCR1 (berhubungan dengan otak dan jantung sehingga menyebabkan retardasi mental dan kerusakan jantung), DSCR2, DSCR3, dan DSCR4 (berkaitan dengan plasenta).

 

 

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A.  SIMPULAN

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa

1.     Kariotipe penderita sindrom Down terdapat trisomi 21 sehingga terjadi overexpressing gen-gen pada DSCR.

2.     Sindrom Down terjadi karena adanya translokasi atau nondisjunction.

3.     Penderita sindrom Down akan mengalami retardasi mental dan gangguan fungsional tubuh lain yang cukup serius.

B.  SARAN

Saran yang ingin disampaikan sehubungan dengan kasus skenario adalah

1.     Perlu penanganan serius bagi penderita sindrom Down untuk mengatasi penyakit bawaan seperti adanya kelainan hati atau fungsi jantung.

2.     Penderita sindrom Down sebaiknya memperoleh fasilitas-fasilitas istimewa yang bisa membantu melakukan kegiatan seperti layaknya manusia normal.

3.     Tidak boleh mengucilkan penderita sindrom Down.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

 

Chen, Harold. 2007. Down Syndrome. In Emedicine. http://www.emedicine.com/ped/TOPIC615.htm.

 

Chen, Harold. 2008. Down Syndrome. In Emedicine Health. Juli 2, 2008. http://www.emedicinehealth.com/down_syndrome/article_em.htm

 

Genetics Home Reference. 2008. Down Syndrome. http://ghr.nlm.nih.gov/condition=downsyndrome.

 

Huret JL, Sinet PM. Trisomy 21. Atlas Genet Cytogenet Oncol Haetomol. August 2000. http://AtlasGeneticsOncology.org/Educ/PolyTri21Eng.html.

 

Sulastowo. 2008. Down Syndrome. http:// Down Syndrome _ House Of Sulastowo.htm.

 

Wikipedia. Down Syndrome. 28 June 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Down_Syndrome.

BUTA WARNA

BAB 1

PENDAHULUAN

 

A.  LATAR BELAKANG

Buta warna merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinar UV. Oleh karena itu, seseorang yang menderita defisiensi warna tersebut, otaknya tidak mampu menerima jenis warna secara normal.Di dalam retina mata itu terdapat tiga tipe reseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu atau lebih dari reseptor warna tersebut.

Sebagian orang menganggap buta warna adalah penyakit dimana penderitanya tidak bisa melihat warna sama sekali, hanya mampu membedakan warna hitam dan putih(gelap dan terang saja). Namun demikian, sebenarnya tidak semua penderita buta warna hanya mampu melihat gelap dan terang saja. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan dijelaskan jenis buta warna dan kelainan gen penderita buta warna yang disebabkan oleh faktor genetis sesuai kasus dalam skenario.

B.  PERUMUSAN MASALAH

Masalah-masalah yang dalam skenario yang dibahas dalam laporan ini:

1.     Bagaimana anatomi mata?

2.     Apa saja klasifikasi jenis penyakit buta warna?

3.     Seperti apakah kelainan gen pada penderita buta warna?

4.     Apa saja jenis test untuk pemeriksaan buta warna?

C. TUJUAN

Tujuan penulisan laporan ini adalah :

1.     Mengetahui anatomi mata.

2.     Memahami klasifikasi jenis penyakit buta warna.

3.     Mengetahui kelainan genetic pada penderita buta warna.

4.     Mengetahui jenis test pemeriksaan buta warna.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan laporan ini antara lain :

1.     Menambah pengetahuan penulis mengenai biologi molekuler.

2.     Melatih memecahkan masalah yang berkaitan dengan biologi molekuler..

3.     Melatih membuat laporan dengan sistematika yang benar.

E.  KASUS SKENARIO

Muchlis, usia 19 tahun, baru saja lulus SMA, bercita-cita ingin menjadi seorang arsitek. Untuk mencapai cita-citanya Muchlis mengikuti bimbingan belajar sebagai persiapan masuk ujian PT. Pada saat konsultasi pemilihan jurusan dan analisis hasil belajar, Muchlis sangat mungkin diterima pada jurusan arsitek. Berhubung jurusan arsitektur mensyaratkan calon mahasiswa tidak buta warna, bimbingan belajar memberikan rujukan tes buta warna pada seorang dokter mata dan Muchlis dinyatakan buta warna. Dengan sangat kecewa Muchlis bertanya mengapa dia buta warna, padahal kakak laki-laki, adik perempuan, serta kedua orang tuanya tidak buta warna. Menurut informasi orang tuanya, kakek Muchlis juga menderita buta warna.

F.  HIPOTESIS

Muchlis menderita buta warna karena faktor genetis yang diturunkan dari kakeknya.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  KLASIFIKASI BUTA WARNA

Kemampuan melihat warna diklasifikasikan sebagai berikut:

Penglihatan Normal disebut juga trichromatic. Trichromats dapat mencocokkan semua 3 warna dasar. Adanya kelainan dari mencocokkan ketiga warna dasar karena adanya disfungsi dan sel kerucut, disebut anomalous trichromatic. Bentuk kelainan melihat warna yang hanya bisa mencocokkan 2 macam warna dasar, yang disebabkan karena hilangnya beberapa sel kerucut disebut dichromatic.

Bentuk buta warna yang sangat jarang terjadi adalah monochromatic.Monochromats tidak bisa mendiskripstkan warna, dan hannya bisa menerima warna abu-abu. Tipe ini dibedakan menjadi 2 berdasarkan kelainan anatominya yaitu:

1)      Rod monochromats (tidak terdapat sel kerucut pada retina), dan disertai berkurangnya daya penglihatan.

2)      Cone monochromats (hanya memiliki satu macam sel kerucut), biasanya masih memiliki aktivitas visual yang baik.

Selain dibedakan berdasarkan kelainan jumlah warna yang dapat dilihat seperti di atas, masing-masing tipe dibedakan lagi berdasarkan jenis warna yang dapat dilihat, yaitu tipe trichromatic dan dichromatic. Pada tipe ini terdapat 2 macam kelainan yaitu: protan dan deutan. Protan dan Deutan pada trichromatic disebut protanomaly dan deuteranomaly, sedangkan Protan dan Deutan pada dichromatic disebut protanopia dan deuteranopia.

Hanya terdapat pada tipe dichromatic yang disebut deuteranopia.

Tabel 1. Tipe Buta Warna dan Penyebabnya

Type

Form

Cause

Red

Defects

Protanomaly

Trichromatic

Disfungsional sel kerucut L

Protanopia

Dichromatics

Hilangnya sel kerucut L

Deuteranomaly

Trichromatic

Disfungsional sel kerucut M

Deuteranopia

Dichromatics

Hialngnya sel kerucut M

Blue

Yellow

Defectss

Tritanopia

Dichromatics

Hilangnya sel kerucut S

Keterangan :

    * Protanomaly disebabkan disfungsional sel kerucut L (sel kerucut L juga disebut kerucut Merah).

    * Protanopia disebabkan hilangnya sel kerucut L.

    * Deuteranomaly disebabkan disfungsional sel kerucut M (kerucut hijau).

    * Deuteranopia disebabkan hilangnya sel kerucut M.

    * Tritanopia disebabkan hilangnya sel kerucut S (kerucut biru).

(Jalmanggeng, 2008).

B.  KELAINAN GEN

An external file that holds a picture, illustration, etc., usually as some form of binary object. The name of referred object is red-greenFig4.jpg.

Gambar tersebut merupakan gen warna pada orang yang normal yang terkait pada kromosom X. Gen tersebut terdiri dari gen warna merah dan hijau yang masing-masing memiliki 6 ekson dan yang diekspresikan oleh fotoreseptor hanya gen merah dan hijau saja (gen 1 dan 2), sedangkan gen hybrid atau gen selanjutnya tidak diekspresikan oleh fotoreseptor sehingga tidak mempengaruhi penglihatan warna.

Untuk susunan gen pada penderita defisiensi penglihatan warna sebagai berikut :

picrender

Keterangan :

-       Protanomali : ekson 5 dan 6 pada red pigment gene disisipi ekson dari green pigment gene

-       Protanopi : ekson 3-6 pada red pigment gene disisipi ekson dari green pigment gene  atau bisa terjadi karena delesi green pigment gene dimana gen yang ada merupakan red green hybrid

-       Deuteranomali : ekson 5 dan 6 pada green pigment gene disisipi ekson dari red pigment gene

-       Deuteranopi : ekson 3-6 pada green pigment gene disisipi ekson dari red pigment gene atau bisa terjadi karena delesi green pigment gene dimana gen yang ada adalah red pigment gene saja atau bisa juga terjadi karena penyisipan asam amino cytosin 203 arginin pada green pigment gene.

(Samir S Deeb, 2008).

C. TEST PEMERIKSAAN

Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.

Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal/pseudo-isochromaticism (Wartamedika, 2007)

 

BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Penyakit buta warna yang muncul dalam skenario disebabkan karena faktor genetik, yaitu faktor keturunan dari kakek Muchlis. Hal tersebut dapat dijelaskan menurut pedigri sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari pedigri terlihat bahwa buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosm X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Muchlis menderita buta warna yang diturunkan dari kakeknya. Memang pada laki-laki risiko menderita buta warna jauh lebih besar karena pada laki-laki mempunyai satu kromosom X saja, sedangkan pada wanita mempunyai dua kromosom X sehingga kemungkinan besar wanita hanya menjadi pembawa sifat (carrier).

Penyakit buta warna pun klasifikasinya bermacam-macam. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu monokromasi, dikromasi, dan trikromasi. Penyebabnya bisa karena delesi, hibridisasi, ataupun penyisipan asam amino pada gen pigmen warna dalam sel kerucut mata.

Untuk penanganan buta warna, sampai saat ini, belum ditemukan cara untuk menyembuhkan buta warna turunan. Walaupun demikian, tersedia beberapa cara untuk membantu penderitanya. Cara tersebut antara lain adalah :

1. Menggunakan kacamata lensa warna. Tujuannya, agar penderita dapat membedakan warna dengan lebih mudah. Cara ini terbuktif efektif pada beberapa penderita.

2. Menggunakan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya silau. Biasanya penderita buta warna dapat membedakan warna lebih jelas jika cahaya tidak terlalu terang atau menyilaukan.

3. Jika tidak dapat melihat warna sama sekali (buta warna total), penderita dianjurkan menggunakan kacamata lensa gelap dan mempunyai pelindung cahaya pada sisinya. Suasana lebih gelap diperlukan karena sel rod, yaitu sel yang hanya bisa membedakan warna hitam, putih, dan abu-abu, bekerja dengan lebih baik pada kondisi cahaya yang suram.

 

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A.  SIMPULAN

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa

1.     Buta warna yang diderita Muchlis adalah buta warna turunan yang diwariskan dari kakeknya.

2.     Penyakit buta warna turunan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.

3.     Kelainan genetik penderita buta warna terkait kromosom X bisa terjadi karena hibridisasi, delesi maupun penyisipan asam amino yang tidak sesuai pada ekson.

B.  SARAN

Saran yang ingin disampaikan sehubungan dengan kasus skenario adalah

1.     Perlu adanya tindakan untuk membantu penglihatan pada penderita buta warna turunan walaupun hanya bersifat membantu saja..

2.     Penderita buta warna sebaiknya memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisinya tanpa harus berputus asa.

 

REFERENSI

 

Deeb, S.S. and Motulsky, A.G. 2005. Red-green color vision defects. www.genetests.org.

 

Deeb, S.S. and Motulsky, A.G. 2005. Red-green color vision defects. In GeneREVIEWS, September 19, 2005. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=gene&part=rgcb.

 

Hadi, Indra. 2008. Buta Warna.http://www.wordpress.com

 

Jalmanggeng. 2008. Buta Warna. http://jalmanggeng.wordpress.com

 

Molecular Expression. 2008. Human Vision and Color Perception. http://micro.magnet.fsu.edu/primer/lightandcolor/humanvisionintro.html

 

Unite for Sight. 2008. United for Sight Color Blindness Module. http://www.uniteforsight.org/course/colorblindness.php

 

Wartamedika. 2007. Tes Buta Warna Ishihara. http://www.wartamedika.com

 

___________. 2008. Dapatkah Buta Warna Diobati. http://www.wartamedika.com

 

Wikipedia. 2008. Color blindness. http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness

 

Wisnu. 2005. Buta Warna Menyimpan Kelebihan. http://www.kompas.com